Sumatra Barat, Kabupaten Agam ( global.expost.co.id ) Asridatul husna, Warga Jorong Ujuang Guguak Nagari Padang Tarok Kecamatan Baso Kabupaten Agam kepada media ini dirumahnya 10/6 menceritakan tentang pengucilan , peniadaan ( penghapusan )Kaumnya Suku Piliang Tajau Dt.Tajau oleh Niniak Mamak Tangah 20
Berikut permasalahannya menurut keterangannya:
Suku, tepatnya kaum kami Piliang Tajau ditinggalkan sepanjang adat oleh Niniak Mamak Ujuang Guguak dari tanggal 29 september2024 .Bahkan dari tanggal 04 Mei 2025 kaum kami Piliang Tajau telah ditiadakan (dihapus) keberadaanya di Jorong Ujuang Guguak dan ditinggalkan sepanjang kanagarian Padang Tarok, karena tidak mau membayar hutang adat yang disangkakan oleh Niniak Mamak sebanyak 28 emas dengan nominal lebih dari Rp. 120.000.000,- (Seratus Dua puluh Juta Rupiah).
Penyebab hutang adat yang disangkakan adalah karena mamak kami Dt. Tajau tidak mengindahkan undangan Niniak Mamak untuk mengulang perkara yang sama ditahun 2012/2013 dengan kaum Piliang Sani. Karena ketidakhadiran satu kali rapat dt. Tajau dijatuhi sangsi tujuh emas. Enam belas emas karena kemenakan buat surat Perlindungan Adat ke KAN Padang tarok dan kami dituduh menghina dan memfinah Niniak Mamak Ujuang Guguak. Padahal itu berbentuk tulisan yang bisa dibuktikan bahasanya dan hanya berbentuk perlindungan adat bukan pengaduan. Lima emas karena postingan salah satu kemenakan di FB , yang mana postingan tersebut saya sendiri Asridatul Husna yang membuatnya ditanggal 28 okober 2024.
Dan saya sudah dituduh mencemari nama baik salah satu Niniak Mamak yang bernama Hendri DT. Bandaro Pucuak, padahal postingan tersebut hanya bersifat himbaun umum yg ditujukan kepada semua orang. Dan postingan tersebut sudah saya tanyakan kepada pihak yang berwajib (polisi) apakah termasuk melanggar ITE?!/. Jawabannya “ Bukan, hanya himbauan bersifat umum yang mengajak berbuat yang lebih baik” . Buntut dari hutang adat tersebut adalah anak kamanakan di Jorong ujung guguak tidak boleh saling mengunjungi dengan kaum kami Piliang Tajau baik suka maupun duka, kalau ada yang melanggar dikenakan sangsi 7 emas untuk pangulu/datuak dan 5 emas untuk kamanakan.
Itu sudah terbukti dengan meninggalnya 3 orang anggota kaum kami Piliang Tajau tidak ada yang datang kerumah kami untuk takziah. Jangankan masyarakat Jorong Ujuang Guguak yang bertali darah saja tidak mau lagi datang takziah kerumah kami. Sehingga putuslah hubungan kami bertali darah dan bertali adat. Kecuali hanya beberapa orang yang berani membezuk dengan sembunyi2 dan meminta jangan pernah di posting dimedia sosial atas kehadirannya..
Penghapusan suku kami Piliang Tajau dan ditinggaan sapanjang nagari disampaikan di Gedung MDA Ujuang Guguak di hadapan seluruh Bundo kanduang dan anak kamanakan yang hadir saat itu . Mereka diundang oleh Niniak Mamak beberapa hari sebelumnya.
Dan keputusan tersebut juga ditambahkan. Jika Suku Piliang Tajau / Dt. Tajau ingin mempunyai sako kembali. Maka harus mangali sumua mamatah rantiang di Jorong Ujuang Guguak… keputusan tersebut sangat menyakiti dan menghilangkan hak azazi kami sebagai kaum Piliang Tajau.
Setelah beberapa hari pengumuman suku kami ditiadakan dan ditinggalkan sepanjang nagari oleh Niniak Mamak. Niniak Mamak kembali rapat dan disitulah Dt. Junjungan meanggap dirinya sudah menang berperkara dengan kaum kami Piliang Tajau. Kabar yang kami dengar dia sudah memetakan tanah ulayat kami termasuk rumah/tempat tinggal kami dan meminta agar Niniak Mamak untuk menukar batas sepadan pusako Piliang Tajau agar menjadi miliknya.
Sekilas dengan tentang Suku kami kaum Piliang Tajau . Kaum Piliang Tajau dari nenek moyang terdahulu dan sudah ratusan tahun mempati Ujuang Guguak . Yang mana kaum kami adalah suku yang termasuk penghuni lama dinagari di Ujuang Guguak . Terbukti sudah ada 2 keturunan dalam ranji kami yang meninggalkan Ujuang Guguak pindah ke Nagari dan Jorong lain. Dan bisa dibuktikan kembali kalau kami termasuk suku terlama di Ujuang Guguak. Dulu di Jorong Ujuang Guguak terdapat 15 kaum dan dikepalai oleh pangulu sebanyak 15 orang , dengan bunyi persatuan niniak mamak “ Niniak Mamak Limo Baleh Tangah Duo Puluah” yang artinya 15 Niniak Mamak mewakili 15 kaum yang ada.
Dan seiring berjalannya waktu Niniak Mamak yg dulu hanya 15 orang sekarang sudah menjadi 21 orang . Yang mana ada 6 kaum yg sudah melahirkan kaum baru di Ujuang Guguak. Dan seiring berjalannya waktu sebutan untuk niniak Ujuang Guguak berubah menjadi Niniak Mamak tangah duo puluah.
Sekilas tentang kaum Piliang Sani/dt.junjungan . Piliang Sani lahir di tahun 1967 adalah pecahan dari kaum dt. Rajo Basa. Karena sebelum tahun 1967 mereka berada dalam naungan (malakok/dalam Paruik) Dt. Rajo Basa .
Sebagaimana mana ditahun tersebut baralek batagak pangulu mangali sumua mamatah rantiang artinya menjadi suku/kaum baru di Ujuang Guguak . Dan berdirilah kaum Piliang Sani Dt, Junjungan.
Kronologi penyebab kaum kami Piliang Tajau ditinggalkan sepanjang adat, tepatnya tanggal 29 September 2024. Bahwasanya Mamak kami Dt. Tajau tidak menghadiri undangan rapat Niniak Mamak sebanyak satu kali. Yang mana undangan tersebut diantarkan langsung oleh ketua Niniak Mamak / Tapatan adat Hendri dt. Bandaro Pucuak.
Isi undangan tersebut adalah mengulang kembali permasalahan antara kaum kami Piliang Tajau dengan Piliang Sani yang sudah diselesaikan ditahun 2012/2013. Malahan undangan tersebut lebih spesifik lagi yaitunya membahas harta/ tanah ulayat miliki kaum Piliang Tajau yang diperkarai dt, junjungan Piliang Sani. Dimana ditahun 2013 keputusannya sudah jelas bahwa Dt. Junjungan tidak bisa malakekkan sako Dt. Aluh. Dan malah dalam keputusan keputusan NIniak Mamak dituliskan kalau Dt. Junjungan suku Piliang Sani tidak menerima hasil keputusan tersebut dipersilahkan maningkek (banding) ke yang lebih tinggi tentunya ke KAN padang Tarok. Tapi banding tidak pernah dilakukan Dt. Junjungan dari tahun 2013 sampai saat ini.
Dan keputusan 2013 diperkuat dengan surat keterangan keputusan Niniak Mamak ditahun 1971. Yang mana ditahun 1970 Dt. Junjungan melarang inyiak kami S. Dt. Tajau berkubur pandam pakuburan milik kaum Piliang Tajau. Dan seluruh Niniak Mamak yang ada di Ujuang Guguak saat itu memberi sangsi adat kepada datuak junjungan ( kanai satahia sapaho menurut adat) dan keputusan tersebut disampaikan kepada kaum yg melahirkannya yaitu Pili PIntu Koto .
Dan Pili Pintu Koto menerima hal tersebut. Pada tahun 1971 Niniak Mamak juga membalas kepada surat wali nagari Padang Tarok yang mana wali nagari mempertanyakan hal terjadi di Ujuang Guguak saat itu ( surat keterangan Niniak Mamak) masih kami simpan.
Sebagai tapatan Hendri Dt, Bandaro Pucuak (Wali nagari) mengulang kembali masalah yang sama ditingkat Jorong. Padahal di tahun 2012/2013 beliau juga sebagai tapatan adat yang rangkap wali jorong. Bahkan sekarang beliau menjabat sebagai wali nagari di padang tarok, yang seharusnya mengerti dengan aturan dan undang adat yang berlaku di minangkabau, begitu juga secara hukum Negara. Dan beliau bertanggung jawab melindungi dan mengayomi masyarakat yang beliau pimpin. Bukan malah membuat kekacauan seperti sekarang.
Yang mana dalam keterangan tapatan Adat .Dt. Junjungan belum menerima hasil keputusan di tahun 2013. Sementara di tahun 2012/2013 pangulu yang manjujuang Dt. Junjungan suku Piliang Sani bernama Gafar dan sekarang masih orang yang sama. Tentunya dia adalah Niniak Mamak yang berperkara disaat itu. Artinya dialah yang adu argumen dalam rapat sengketa tersebut , mengetahui , mengikuti, menyaksikan rapat dan memahami setiap yang dibicarakan. Dan pengambilan keputusan penyelesaian sengketa adat antara kaumnya dengan kaum kami Piliang Tajau tentunya diketahui dengan sangat jelas .
Dan dia tentunya juga mempunyai hak yang sama dengan kaum kami Piliang Tajau. Yaitu meminta salinan/ kopian setiap rapat penyelesaian sengketa adat kepada tapatan adat saat itu . Dan tapatan adat juga berkewajiban untuk memberikannya kepada kaum yang berpekara yaitunya Dt. Junjungan dan dt. Tajau . Dan tambahan lagi setiap keputusan dalam sebuah organisai dan kerapatan tentunya ada arsip. Bukan kami kaum Piliang Tajau yang berkewajiban menyampaikan hasil keputusan tersebut kepada kaum yang memperkarai kami.
Tapi tapatan Adatlah selaku yang dituakan Niniak Mamak yang berkewajiban memberikan setiap keputusan kepada niniak mamak yang berpekara. Termasuk kepada seluruh Niniak Mamak Ujuang Guguak ujar Asridatul Husna kepada wartawan saat di konfirmasi
Dari kronologi itu kami menyimpulkan sengketa adat antara kaum kami Piliang Tajau dengan kaum Piliang Sani terjadi di tahun 1970 dan 2013. Dan 2024 sampai sekarang
Ditahun 1967 kami tidak berperkara dengan dt junjungan karena waktu itu dia baru mempunyai sako dengan cara mangali sumua mamatah raniang di ujuang bguguak, terlahir dari kaum Piliang pintu koto.
Di tahun 1970 barulah Dt. Junjungan membuat ulah. Dt. Junjungan maawek/ melarang inyiak kami Syamsudin. dt. Tajau untuk dimakamkan dipandam pakuburan milik kami. Dan disitulah Niniak Mamak memberi sangsi adat kepada dt.junjungan (satahia sapaho menurut adat) dan disampaikan kepada Pili Pintu Koto yang sudah melahirkannya ( kaum yang melahirkan Dt. Junjungan). Dan Pili pintu koto menerima hal tersebut .
Ditahun 2013 Dt. Junjungan bersengketa lagi dengan kami. Dia mau malekekkan gala dt.aluh yg mana sako tersebut milik kaum Piliang Tajau. Dan saat itu dibantah oleh orang pili badunsanak ( pili 3 niniak). Karena Dt. Junjungan terlahir dari pintu koto ditahun 1967 dengan pengangkatan pangulu “ mangali sumua mamatah rantiang” jadilah kaum baru di Ujuang Guguak!! Dan keputusan penyelesaian sengketa tersebut menyatakan dt, junjungan tidak bisa malakekan sako dt.aluh.
Dan dalam keputusan tersebut ditambahkan Dt. Junjungan dipersilahkan banding ke KAN seandainya dia tidak bisa menerima keputusan Niniak Mamak tangah duo puluah . Karena dalam hukum putusan adat penyelesaian sengketa “ nan rugi indak managih, nan mandapek indak tagalak dan akhir penyelesaian sengketa adat bagaib bakalam bullah’.
Dan sekarang tahun 2024- 2025 Dt. Junjungan kembali bersengketa ditingkat yg sama Jorong Ujuang Guguak bukannya banding ke KAN Padang Tarok . Karena dia tidak punya barang bakti satu pun kalau dt. Aluh adalah milik kaumnya. . Ranji kaumnya ditahun 2012/2013 dibatalkan ninik mamak karena dalam ranji tersebut terlalu banyak sako ( gelar ) yang bertukar setiap pengangkatan pangulu. Sementara 1967 pengangkatan pangulunya saja mangali sumua mamatah rantiang. Ditangggal 29 /09/2024 kemaren dt, junjungan kembali manangahan ranji kepada Niniak Mamak dengan sudah menghilangkan nama2 di ranji sebelumya ditahun 2012 .
Tapi Niniak Mamak ditanggal 29/09 / 2024 malah menghutangkan kami kaum Piliang Tajau karena tidak hadir dalam satu kali rapat . Bukannya membahas ranji Dt. Junjungan yang berubah-rubah. Disinilah dugaan kuat kami ada konspirasi oleh Niniak Mamak Ujuang Guguak terhadap kaum kami Piliang Tajau. Dan ditambah lagi tepatnya tanggal 12 januari 2025 hutang adat yang semula disangkakan 7 emas sekarang menjadi 28 emas. Dan finalnya 04 Mei 2025 kaum kami Piliang Tajau dihapus keberadaanya .
Bukan hanya ditinggalkan sepanjang adat tapi sepanjang nagari. Dan harus mangali sumua mamatah rantiang untuk mendirikan sako/kaum kembali. Dan beberapa hari setelah pengumuman peniadaan kaum kami oleh Niniak Mamak Ujuang Guguak. Niniak Mamak kembali rapat disitulah Dt. Junjungan dengan santainya membawa pemetaan tanah milik kaum kami yang akan ditukar menjadi milik kaumnya…
Karena kaum kami tidak mendapat perlindungan adat di KAN Padang Tarok dimana surat kami teranggal 10 oktober 2024 .
Dibulan februari 2025 kami mengadu ke Komnasham setelah hutang kami bertambah menjadi 28 emas. KomnasHam merujuk kami ke LBH Padang karena ini bukan termasuk masalah adat lagi. Kemudian LBH Padang menyurati Niniak Mamak dan mempertanyakan tentang “ Apa dasar hukum adat Niniak Mamak menghutangkan kaum Piliang Tajau sebanyak 28 emas ( lebih dari 120 juta rupiah). Dan terkait masalah postingan pencemaran nama baik kata2 yang mana dan dimedia sosial apa? Tetapi Niniak Mamak tidak mampu untuk memberi penjelasan malah menyewa pengacara untuk membalas surat tersebut .
Dan selanjutnya beberapa orang kemakan di Ujuang Guguak mengeluhkan kepada kami tentang iyuran yang diminta Niniak Mamak sebanyak Rp,750.000, - /kaum dan niniak mamak juga memakai uang kas nagari sebanyak 18 juta rupiah yang semulanya akan digunakan untuk pembangunan atap balai adat di Ujuang Guguak. Cerita kemenakan, itu semua dilakukan karena Niniak Mamak butuh uang 35 juta rupiah untuk membayar pengacara untuk membalas surat ke LBH Padang .
Sekarang surat somasi ke dua datang lagi untuk Niniak Mamak Ujuang Guguak karena surat balasan pengacara Niniak Mamak yang pertama tidak sesuai dengan apa yang dipertanyakan LBH.. apakah Niniak Mamak akan menyewa pengacara kembali dan uangnya darimana lagi? kami tidak tahu “ ujar Asridatul Husna”
Kemudian Asridatul Husna mengeluhkan, Begitulah nasib kemenakan di Ujuang Guguak. Untuk menerima Piutang Adat oleh NIniak Mamak ,kemenakan tidak pernah dilibatkan dalam artikata setiap hutang adat yang diterima Niniak Mamak hanya dipergunakan untuk pribadi Niniak Mamak itu sendiri. Bukannya untuk kebutuhan nagari. Tapi untuk membayar hutang adat apalagi hutang adat yang dicari2 alias menyalahi aturan adat itu sendiri kemenakan disuruh iyuran . Seolah2 Niniak Mamak arisan dipunggung kemenakan / baladang dipungguang kamanakan … jadi siapa yang diuntungkan dan dirugikan disinii???
Apakah kami sebagai kemenakan Niniak Mamak Ujuang Guguak akan membiarkan hal ini berkelanjutan demi bahasa menjunjung marwah niniak mamak!!!.
Untuk menelusuri duduk perkara, media ini mendatangi Hendri Dt.Bandaro Pucuak, tapatan Adat Ujuang Gurun merangkap Wali Nagari Padang Tarok Kecamatan Baso Kabupaten Agam di Kantornya, Selasa 10/6 mengatakan,
"Sebagai tapatan Adat Ujuang Guguak memutuskan Kaum Piliang Dt.Tajau terhutang 28 Ameh, itu keputusan adat bersama 19 Niniak mamak ujuang guguak, Tapi Denda adat itu tidak bersangkut paut dengan Perebutan Tanah Ulayat antara Kaum Piliang Sani (Dt.Junjuangan) dan Kaum Piliang Tajau (Dt.Tajau)" bebernya.
Lalu saat diminta pendapatnya tentang klaim Dt.Junjuangan atas Tanah Ulayat Dr.Tajau yang sudah ditempati selama berpuluh-puluh tahun, beliau menjawabnya begini,
"Terkait masalah Dt.Junjuangan dengan Dt.Tajau itu sudah terjadi sejak dulu, beberapa kali penyelesaian adat di Medan nan Bapaneh di tanah nan bakarajangan tidak ada membuahkan hasil" kata Hendri Dt.Bandaro Pucuak.yang sekarang menjabat sebagai wali nagari
"Dari Tahun 1967 sampai Tahun 2025 tidak ada satupun Niniak Mamak yang mengatakan Dt.Junjuangan dan Dt.Tajau yang menang ataupun Kalah" tuturnya.
"Tahun 2013 sudah ada keputusan Niniak Mamak namun sayang Hasil Keputusan itu disimpan sendiri oleh Dt.Tajau, jadi kita tidak tau apa hasil keputusannya, Walaupun Dt.Junjuangan tidak menerima keputusan tersebut" imbuhnya.
"Karena tidak menerima keputusan adat maka diulang lagi Tahun lalu (2024) Dt.Junjuangan mendatangi Dt.Tajau untuk membicarakan Tanah Ulayat tersebut, Tapi Dt.Tajau menjawab dengan bahasa adat Mamokok mati maampang tumbuah (artinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi)" paparnya.
Karena "indak dapek Bana Sapai paham saukua" secara kekeluargaan atau Niniak Mamak "Bakampuang" antar sesama Kaum Piliang makanya Dt.Junjuangan "maningkek" (naik.red) ke Niniak Mamak Nagari dalam hal ini Niniak Mamak Tangah 20 (jumlahnya.red) yang berada di Ujuang Gurun dan Niniak Mamak menerima lalu disepakatilah akan dibawa ke Balai Adat, lalu diadakanlah Musyawarah tanggal 29 September 2024, dari 21 Niniak yang diundang hadir, hanya Dt.Tajau yang tidak hadir, makanya diberikan Denda Adat sejumlah 7 Emas.
Adapun Tentang Denda 10 Ameh itu terkait Surat Perlindungan ke KAN Padang Tarok yang dinilai Niniak Mamak Ujuang sesuai Hal yang tidak patut, Lalu Denda 6 dan 5 emas itu merupakan "ulah" dari Kemenakan Dst.Tajau yang menyinggung Niniak Mamak tangah 20 (Ujuang Guguak).
Penulis : team redaksi
Social Header