Breaking News

Urgensi Dan Latar Belakang Pembaharuan Hukum Pidana, Terhadap Perkembangan Hukum Di Indonesia

GLOBAL,expost,id,Langsa( Aceh)10/2023
Pada awalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) dipandang sebagai induk dan sebagai wujud dari kodifikasi dan unifikasi. Namun dalam perkembangannya, KUHP dianggap tidak lengkap atau tidak dapat menampung berbagai masalah dan dimensi perkembangan bentuk-bentuk tindak pidana baru, yang tentu saja sejalan dengan perkembangan pemikiran dan aspirasi kebutuhan masyarakat,

" Selain itu, KUHP yang berlaku saat ini bukanlah hukum pidana yang berasal dari nila-nilai dasar dan nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik dan sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat Indonesia , sehingga sudah sepantasnya timbul pertanyaan, apakah KUHP pada saat ini masih pantas disebut sebagai bagian dari hukum positif Indonesia, terutama hukum pidana? 

KUHP warisan kolonial ini bukanlah sistem hukum pidana yang utuh, karena terdapat beberapa pasal/delik yang dicabut. Oleh karena itu bermunculan Undang-undang baru diluar KUHP yang mengatur delik-delik khusus dan aturan-aturan khusus. Namun Undang-undang baru diluar KUHP itu walaupun merupakan produk nasional, masih tetap berada dalam naungan aturan umum KUHP (WvS),

sebagai sistem induk buatan kolonial. Pendek kata, asas-asas dan dasar-dasar tata hukum pidana kolonial masih tetap bertahan dengan selimut dan wajah Indonesia . Walaupun Undang- undang khusus itu membuat aturan khusus yang menyimpang dari aturan induk KUHP, namun dalam dinamikanya, 

"Undang-undang khusus itu tumbuh seperti aturan liar yang tidak bersistem atau tidak berpola, tidak konsisten, bermasalah secara yuridis, dan bahkan menggerogoti sistem bangunan induk yakni KUHP. 

"Selanjutnya, hukum pidana positif yang berorientasi pada KUHP menimbulkan kekhawatiran, terutama berkaitan dengan sifat dogmatis dan substansial. Dengan mengajarkan KUHP warisan Belanda, secara langsung maupun tidak langsung berarti mengajarkan dan menanamkan pula dogma-dogma, konsep-konsep, serta norma-norma substantif yang dirumuskan didalam KUHP. Seperti diketahui KUHP dilatarbelakangi pemikiran 

individualisme-liberalisme dan sangat dipengaruhi oleh aliran klasik, walaupun ada juga pengaruh aliran neo-klasik. Mempelajari hal yang bersifat dogma atau substansial dalam KUHP hendaklah diiringi dengan kebijaksanaan dan kewaspadaan. Artinya, jika hal-hal yang berbau dogma didalam KUHP digunakan secara kaku (tanpa kebijaksanaan), 

maka output yang dihasilkan tentu saja menghambat tujuan penegakan hukum pidana, bahkan tidak tertutup kemungkinan menghambat ide-ide pembaharuan hukum pidana Indonesia yang selalu digaungkan.
Upaya melakukan pembaharuan hukum pidana, pada hakikatnya termasuk bidang kebijakan hukum pidana yang merupakan bagian dan terkait erat dengan kebijakan penegakan hukum, kebijakan kriminal dan kebijakan sosial,

"Maka dari itu pembaharuan hukum pidana pada prinsipnya merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memperbaharui substansi hukum dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum, menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat, serta mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu perlindungan sosial dan kesejahteraan sosial .

Selain itu, pembaharuan hukum pidana juga merupakan bagian dari upaya peninjauan dan penilaian kembali pokok-pokok pemikiran atau ide-ide dasar atau nilai-nilai sosio filosofik, sosio-politik dan sosio kultural yang melandasi kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum pidana selama ini. 

Bukanlah pembaharuan hukum pidana apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan sama saja dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP WvS). Dengan demikian, pembaharuan hukum pidana haruslah,

dirumuskan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan, serta pendekatan yang berorientasi pada nilai. 
Oleh karena itu, sudah seharusnya pembaharuan hukum pidana bersumber pada ide-ide dasar Pancasila, yang merupakan landasan nilai-nilai kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan dan digali untuk bangsa Indonesia. Ide-ide dasar Pancasila mengandung keseimbangan nilai/ide didalamnya. 

Berikut keseimbangan ide/nilai yang dimaksud  :
1. Religiustik; 
2. Humanistik; 
3. Nasionalisme; 
4. Demokrasi; 
5. Keadilan Sosial. 
Keseimbangan   ide-ide tersebut diatas kemudian melahirkan keselarasan terhadap ketenteraman sosial, sehingga tujuan hukum yang kemudian mewujudkan  keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat berdampak secara merata dan selaras dengan sosio-kultural yang ada dan telah hidup lebih lama didalam masyarakat,"


Oleh:Fariq Abbiyu Nawar,S,H.
Magister::Ilmu hukum
Universitas Sumatera Utara.

Laporan( Wan  Atjeh)
© Copyright 2022 - global.expost.co.id